Friday, June 22, 2018

Benarkah Setelah 15 Syaban Tidak Boleh Berpuasa?

Benarkah Setelah 15 Syaban Tidak Boleh Berpuasa?

puasa syaban


Menurut mazhab Imam Syafi’i yang dikukuhkan adalah haram (makruh karohatattahrim). Adapun menurut jumhur ulama dari Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Malik hukumnya tidak haram.
Haram hukumnya puasa setelah nisfu Sya’ban menurut mazhab Imam Syafi’i. Akan menjadi tidak haram dengan 3 perkara:

1. Karena kebiasaan puasa, seperti orang yang biasa puasa Senin dan Kamis, maka ia pun boleh melanjutkan puasa Senin dan Kamis meskipun sudah melewati nisyfu Sya’ban.
2. Untuk mengganti (qadha) puasa, misalnya seseorang punya hutang puasa belum sempat mengganti sampai nisyfu Sya’ban, maka pada waktu itu berpuasa setelah nisyfu Sya’ban untuk qadha hukumnya tidak haram.

3. Dengan disambung dengan hari sebelum nisyfu Sya’ban, misalnya dia berpuasa tanggal 16 Sya’ban kemudian disambung dengan hari sebelumnya (yaitu tanggal 15 Sya’ban). Maka puasa di tanggal 16 tidak lagi menjadi haram.
Pendapat ulama Syafi’iyah yang mengatakan haram dan akan menjadi tidak haram dengan 3 hal tersebut di atas karena mengamalkan semua riwayat yang bersangkutan dengan hal tersebut.
Seperti Hadits yang diriwayatkan oleh:
a. Imam Tirmidzi, Imam Abu Daud AS dan Imam Ibnu
Majah:
” إذا انتصف شعبان فل تصوموا“

“Apabila sudah pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (H.R. Al-Tirmidzi)

b. Imam

Bukhori dan Imam Muslim yang artinya:

رجل

ي ن� إال وال ي ْوم

ُْو ِم ي ْو ٍم ص

ب رَمضاَن

” ال تقد ُ ُموا

ص ْمه ”

ْوًما فل َي ص

كن يصوم

“Janganlah kalian berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunah, maka bolehlah ia berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Hadits riwayat Imam Muslim:

ال ق ِليل ”

ش ْع َبان إ

ُم صو

كن ي

ُه َّك

ش ْع َبان

ُم صو

ي كن ”

“Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya dan hanya sedikit saja hari-hari berbuka beliau di bulan Sya’ban” (HR. Imam Muslim).

Diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 3237, Tirmizi, no. 738, Ibnu Majah, no. 1651 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا (صححه الألباني في صحيح الترمذي، رقم 590)

“Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 590)

Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, yaitu dimulai dari  hari keenam belas. Akan tetapi telah ada (dalil) yang menunjukkan dibolehkannya berpuasa.

Diantaranya adalah, Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1914. Muslim, no. 1082 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullaah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa) berpuasa, maka berpuasalah.”

Hal ini menunjukkan bahwa berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’aban diperbolehkan bagi  orang yang mempunyai kebiasaan berpuasa, seperti seseorang terbiasa berpuasa Senin dan Kamis atau berpuasa sehari dan berbuka sehari atau semisal itu.

Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1970, Muslim, no. 1156 dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban. (Maksudnya) berpuasa di bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa hari yang tidak berpuasa)." Redaksi dari Muslim.

An-Nawawi rahimahullah berkata: “Ungkapan

كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه , كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلاً

biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban. (Maksudnya) berpuasa di bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa hari yang tidak berpuasa)."

Kalimat kedua adalah penafsiran dari kalimat pertama, dan menjelaskan bahwa kalimat ‘Kullahu’  maksudnya adalah Ghalibuhu, yaitu sebagian besarnya.

Hadits ini menunjukkah dibolehkannya berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, akan tetapi bagi siapa yang ingin menyambung dengan puasa sebelumnya.

Ulama kalangan mazhab Syafii telah mengamalkan hadits-hadits ini, lalu mereka berkata, tidak dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa  atau ingin melanjutkan puasa sebelum pertangahan (Sya’ban). Dan ini adalah pendapat terkuat menurut kebanyakan mereka (ulama mazhab Syafi’i) bahwa larangan dalam hadits adalah untuk pengharaman. Sebagian lain berpendapat –seperti Ar-Ruyani- bahwa larangan tersebut bersifat makruh, bukan untuk mengharamkan. (Silakan lihat kitab Al-Majmu, 6/399-400, dan Fathul Bari, 4/129)

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam kitab Riyadus Shalihin, hal. 412: “Bab larangan mendahului Ramadan (dengan berpuasa) setelah pertengahan Sya’ban kecuali bagi orang yang meneruskan puasa sejak sebelum pertengahan (Sya’ban) atau bertepatan dengan kebiasaan berpuasa Senin Kamis."

Mayoritas ulama melemahkan hadits larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban. Berdasarkan hal itu mereka mengatakan, tidak dimakruhkan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban.

Al-Hafiz rahimahullah berkata: “Mayoritas ulama membolehkan berpuasa sunah setelah pertengahan Sya’ban, dan mereka melemahkan hadits yang ada tentang hal itu.  Imam Ahmad dan Ibnu Main berkata bahwa (haditsnya) munkar.” (Fathul Bari).

Di antara yang melemahkannya juga adalah Baihaqi dan At-Thahawi. Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni bahwa Imam Ahmad berkomentar tentang hadits ini, 'Tidak valid. Kami pun menanyakan kepada Abdurrahman bin Mahdi, beliau tidak menshahihkannya, dan tidak meriwayatkannya kepadaku, bahkan beliau menghindarinya. Alaa’ adalah perawi  tsiqah (terpercaya), haditsnya tidak diingkari, selain ini (saja).”

Al-Alaa adalah Al-Alaa bin Abdurrahman meriwayatkan hadits ini dari bapaknya dan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu. Ibnu Qoyyim rahimahullah telah menjawab dalam kitab Tahzibus Sunan terhadap orang yang melemahkan hadits ini, kesimpulannya adalah bahwa sesungguhnya hadits ini shahih  dengan persyaratan Muslim.

Adapun bahwa Al-Alaa meriwayatkan hadits seorang diri tidak termasuk cacat, karena beliau tsiqah (terpercaya). Muslim telah mengeluarkan banyak hadits dari beliau dari bapaknya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu. Banyak terdapat dalam kitab Sunan, para perawi yang tsiqah, sendiri dalam meriwayatkan (hadits) dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Umat dapat menerima dan mengamalkannya.

Dugaan bahwa hadits ini bertentangan dengan hadits yang menunjukkan (dibolehkannya) puasa Sya’ban, sebenarnya tidak ada pertentangan di antara keduanya. Karena  hadits-hadits yang membolehkan berpuasa ditunjukkan bagi mereka yang berpuasa pada pertengahan Sya'ban untuk meneruskan puasa sebelumnya  dan bagi mereka yang biasa berpuasa pada pertengahan kedua. Maka hadits Al-Alaa menunjukkan larangan berpuasa bagi mereka yang tidak terbiasa berpuasa setelah pertengahan (Sya’ban), bukan karena kebiasaan, juga bukan karena ingin meneruskan puasa dari pertengahan sebelumnya.”

Syekh Ibn Baz rahimahullah ditanya tentang hadits larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, beliau menjawab: “Ia adalah hadits yang shahih sebagaimana dikatakan Al-Allamah Syekh Nasiruddin Al-Albany. Maksud larangannya adalah baru memulai berpuasa dari pertengahan bulan (Sya'ban). Adapun bagi yang sudah sering berpuasa atau telah banyak banyak berpuasa di bulan (Sya’ban), maka dia telah sesuai dengan sunnah.” (Al-Majmu Fatawa Ibnu Baz, 15/385)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam syarah (penjelasan) Riyadus Shalihin, 3/394: “Kalau pun haditsnya shahih, maka larangannya tidak bermakna haram akan tetapi hanya makruh saja. Sebagaimana pendapat sebagian ulama. Kecuali bagi yang terbiasa berpuasa, maka dibolehkan baginya berpuasa meskipun setelah pertengahan Sya’ban.”

Kesimpulan jawabannya adalah bahwa larangan berpuasa dipertengahan kedua bulan Sya’ban  dianggap  makruh, bukan haram, kecuali bagi yang biasa berpuasa atau  ingin menyambung puasa yang telah dia lakukan sejak sebelum pertengahan bulan. Wallallahu’alam

Hikmah dari larangan ini, bahwa menyambung berpuasa dapat melemahkan dirinya untuk berpuasa di bulan Ramadan.

Jika ada yang mengatakan bahwa jika berpuasa dari awal bulan, mungkin dia lebih lemah lagi!

Maka jawabannya adalah bahwa orang yang telah berpuasa sejak awal bulan, maka dia telah terbiasa berpuasa sehingga kelemahan akibat berpuasa akan berkurang.

Al-Qori berkata, "Larangan (yang terdapat dalam hadits) condong bermakna boleh, sebagai bentuk  kasih sayang kepada umat agar tidak lemah dalam melakukan kewajiban puasa Ramadan, sehingga dapat melaksanakannya dengan semangat. Adapun bagi orang yang telah banyak berpuasa di bulan Sya’ban, maka dia telah terbiasa sehingga hilanglah rasa berat itu."

Dari hadits-hadits di atas, hadits pertama Rasulullah SAW melarang puasa setelah nisfu Sya’ban dan hadist kedua Rasulullah melarang puasa setelah nisyfu Sya’ban kecuali orang yang punya kebiasaan puasa sebelumnya. Hadits yang ketiga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW puasa ke banyak hari-hari di bulan Sya’ban.

Kesimpulannya:
Berpuasalah sebanyak-banyaknya di bulan Sya’ban dari awal Sya’ban hingga akhir. Jangan berpuasa setelah tanggal 15 Sya’ban, kecuali engkau sambung dengan hari sebelumnya, atau untuk mengganti puasa atau karena kebiasaan berpuasa di hari-hari sebelumnya.

Wallahu a’lam bish-shawab....

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Misteri Di Gunung Gede Pangrango

telaga biru dijalur gunung gede Pendakian Gede Pangrango via jalur Gunung Putri Pendakian Gede Pangrango via jalur Gunung Putri  adal...